Penulis : Dinda Pranata
Pagi itu aroma kopi menyeruak di atas meja menemani coffee break di pukul sembilan pagi. Di sekitarku, suara klak-klik dari tuts keybord berbunyi bersamaan dengan suara kringg dari telepon yang tak sempat diangkat. Semua sibuk.
Ruanganku seluas seratus meter persegi itu dengan lebih dari sepuluh karyawan dari berbagai devisi, berkumpul jadi satu. Mengamati mereka satu demi satu, dengan berbagai aktivitas dan pekerjaannya. Mataku kembali menatap layar laptop. Cukup lama. Bola mataku mengamati satu judul besar isu sosial di depanku.
Kedipan pertama aku tertegun dan pada kedipan kelima otakku terasa dipukul. Keras. Menoyor isi kepala sendiri. Judul semacam itu seringkali mengaburkan bagaimana realita bekerja. “Jodi!” seseorang memanggilku dari arah belakang. Pak Manager. Aku bangkit. Meski enggan meninggalkan kopiku, tapi aku tahu ini adalah realita.
Di balik Kesederhanaan Judul, Ada Keruwetan Realita yang Tak Berjudul
“Katanya lulusan IT bisa cepet dapat kerja! Boong banget!” seru Antok, “ini buktinya aku. Sudah lima tahun lulus dari universitas bergengsi tapi sampai sekarang cuma kerja untuk dipanggil wawancara aja.” Pria yang usianya hampir kepala tiga itu, memandangi kopi hitamnya. Rasanya nyaris sama dengan hidupnya yang serabutan. Berkendara kesana-kemari dengan stuker buntut tahun 2011 sebagai ojek online.
“Kok bisa ente, belum dapet kerja. Padahal ane baca banyak berita, justru lulusan IT kayak ente banyak yang cari. Apa jangan-jangan ente terlalu pilih-pilih?” tanya Pak Mahmud yang sama-sama ojek online. Usianya hampir sama dengan bapaknya di kampung, yang seorang petani desa.
Baca juga: Isi Dompet Boleh Digital, Literasi Tetap Vital Bersama Bank Sentral
“Bukan pilih-pilih, Pak,” sanggahnya, “aku ini sudah melamar banyak perusahaan dari yang besar sampai yang rintisan. Tapi, ya … tetep saja kalah saing sama para pelamar lain,” kata Antok. Ia merubah posisi duduknya. “Bayangin saja, pak. Satu kursi staff direbutin sama ratusan calon karyawan. Aku yang lulusan lama, pasti kalah lah sama lulusan yang masih kinyis-kinyis (baru).” Ia menghela nafas panjang.
“Lha, berarti judul beritanya boong dong kalau gitu?!” kata Pak Mahmud sambil memukul meja warung kopi itu.
Antok cuma menggeleng. “Aku cuma berharap bisa memperbaiki keadaan, Pak. Kasihan bapak di kampung,” jawabnya lirih. Mungkin ia merasa tertipu dengan judul berita itu. Judul sederhana dan memikat, tapi sering kali tak mewakili realita di lapangan.
Rasanya warung kopi berdinding bambu itu terlalu ramai, meski hanya dikunjungi segelintir orang dengan profesi yang sama.
Cognitive Ease: Penyederhanaan yang Menjanjikan, Seperti Lumpur Hisap Tak Berdasar
Ruang BK (Bimbingan Konseling) terlihat sepi. Pukul satu siang, Yudi duduk di sofa empuk dalam ruangan ber-AC itu. Punggungnya dingin. Tapi hatinya lebih dingin. Urat syarafnya tak sabar, ingin mengutarakan keinginannya pada guru BK. Pak Yayak.
Baca juga: Beneran Simpati atau Eksploitasi Emosi?
Akhirnya, Pak Yayak datang sambil membawa segelas teh hangat. “Jadi kamu sudah memutuskan mau ambil jurusan apa, Le?” tanyanya pelan. “Saya ingin mengambil jurusan IT!” sahutnya mantap. Yudi menunjukkan salah satu artikel yang ia baca.
Judul beritanya tercetak tebal dengan jumlah share yang sangat menggiurkan seribu tujuh belas kali. Tapi Pak Yayak hanya mengerutkan dahi. Ganjil. “Kamu ambil keputusan karena judul berita ini?” tanya beliau. Yudi mengangguk. Ia belum mencari tahu lebih dalam tentang jurusan itu. Belum tahu apa saja materinya, apalagi tantangannya.
Ada rasa yang janggal ketika Yudi melihat ekspresi Pak Yayak. “Aneh ya, Pak?” tanya Yudi. Pak Yayak menggeleng. Lalu, menghela nafas.
Nada suaranya rendah tapi terlihat bahwa apa yang disampaikan guru itu penting. “Apa kamu sudah mencari tahu lebih dalam tentang jurusan IT itu?” Mendengar pertanyaan Pak Yayak, si Yudi hanya menggeleng.
“Itu namanya Cognitive Ease. Kadang otak manusia tidak suka hal yang rumit. Ketika ada satu judul dengan kata ‘mudah’, ‘paling’ atau ‘cepat’ kita jadi mudah ikut arus dan percaya, tanpa bertanya lebih jauh tentang kebenarannya,” kata Pak Yayak kemudian. “Begitulah kata Daniel Kahneman. Banyak orang yang mudah percaya dengan judul yang menjanjikan seperti itu, yang seringkali tidak mewakili keadaan di lapangan. Bapak tidak mau, kamu jadi salah jurusan hanya karena kamu tak menggali lebih banyak,” imbuh guru berkaca mata itu.
Baca juga: Yang Dilihat Postingan, Yang Dihakimi Kehidupan
“Tapi Pak, saya takut nanti tidak bisa kuliah,” Yudi tampak kalut. Matanya berkerut tanpa kekhawatiran khas anak muda. Ingin segera. Mudah mengikuti adrenalinnya. Pak Yayak meyakinkah bahwa ia masih bisa kuliah, “tak apa terlambat tapi asal yakin,” begitu katanya.
Yudi mengangguk. Anak itu seperti membaca pengalaman dari mata gurunya.
Variabel Realita yang Tak Pernah Bicara
Satu kilo dari sebuah SMA Negeri, seorang bapak sedang termenung memandangi ayam bangkoknya yang jarang berkokok lagi. Entah kenapa, begitu senyap, bahkan di siang hari itu. “Jago … jago …,” panggil bapak Kusno di depan teras. “Kok kamu nggak mau lagi berkokok. Rumah ini jadi sepi,” katanya lagi sambil memandangi kurungan besar berkubah berwarna hitam.
Ayam itu hanya memainkan kepalanya ke kanan dan ke kiri pelan. Mirip gerakan patah-patah. Seperti patah hati Pak Kusno tentang anak lanangnya. “Apa kamu juga marah sama bapak?” tanya Pak Kusno. Ia menghela nafasnya lagi.
“Nggak kamu, nggak Ucok, ya sama-sama diam sama bapak,” katanya menatap daun-daun mangga yang bergerak mengikuti angin, “seandainya bapak nggak maksa Ucok buat ambil jurusan yang kata media itu gampang cari kerja, mungkin sekarang dia udah lulus dan bekerja. Nggak luntang-lantung kayak sekarang. Kuliah aras-arasen, hobinya balap liar di jalan raya tengah malam.”
Baca juga: Bilang Terserah, Tapi Kalau Salah Marah
Namun anehnya ayam bangkok berkokok nyaring, seperti mengiyakan keluhan si bapak itu. Pak Kusno mengangkat alisnya. Matanya melotot, terkejut oleh kokok si jago. “Tuh kan, kamu juga menyalahkan bapak to,” kata Pak Kusno.
“Harusnya aku itu tidak menelan mentah-mentah judul berita seperti makan lalapan. Aku terpengaruh dan terjerumus fenomena cognitive ease. Kadang ada saja realita yang sengaja tak bicara di dalam berita tersebut. Kayak contohnya ketimpangan lulusan IT dengan banyaknya lapangan kerja sampai tekanan mental atas ekspektasi masa depan. Ah, berita yang terlalu manis untuk menjadi kenyataan,” keluh Pak Kusno lagi.
Pria yang usianya hampir kepala tujuh itu, tak menyangka akan diporak-porandakan realita. Judul berita yang dibacanya memang terdengar manis, tapi lupa menyebutkan satu hal: kadang hidup itu tak segampang judul besar di headline.
Sederhana yang Manis, Jalan yang Tak Lurus
Puluhan kilometer dari warung langganan Antok, sekolah Yudi atau rumah Pak Kusno, gedung tinggi berlantai dua puluh berdiri di tengah kota. Mataku menatap ke arah jalan. Di lantai empat belas dari gedung itu, sebuah perusahaan di bidang IT tengah sibuk. Dering telepon tak henti berdering dari satu meja ke meja lain. Mengeluhkan layanan dengan emosi.
Beberapa ratus meter dari ruangan yang sibuk kulanjutkan menikmati seduhan kopi yang mulai mendingin. Terjeda panggilan atasan atas komplain software-nya yang ngambek di tengah jalan. Dari lantai ke empat belas itu aku bisa melihat betapa kecil sesuatu yang bergerak di bawahnya.
Baca juga: Ibu Rumah Tangga Serasa Wanita Kantoran
Pikiranku masih terpaku pada judul headline besar yang dibacanya pagi tadi. Membelai lembut rasa idealisku untuk dijatuhkannya kembali ke realita. “IT memang dibutuhkan di era digital, tapi urusan mudah mencari pekerjaan itu perkara lain,” kataku sambil menatap benda-benda kecil di bawah jendelanya.
“Mereka yang menyederhanakan, melebarkan fenomena cognitive ease. Seringkali pembuat berita tak melihat banyaknya penolakan lamaran yang sudah diletakkan. Juga, tak melihat berapa banyak malam yang harus dihabiskan oleh mereka yang studi. Judul manis itu seperti memberi harapan muluk.” Kusunggingkan senyum pahit. Seperti kopi hitamku. Aku melirik name tag yang terpasang di leher. Jodi-Software Enginger. Bunyi huruf yang tertera di sana.
“Tak masalah menjelaskan dengan cara lebih mudah. Tapi, tidak perlu juga memotong realitas demi sebuah klik semata.” Aku menyudahi renungan siang itu. Menyesap kopi. Meremas cangkir kertasnya. Lalu, membuangnya di tempat sampah.
Gimana nih gengs tentang cerita fenomena cognitive ease-nya? Sering nggak menemukan tulisan atau artikel yang menggundang klik dengan judul yang nyaris sama dengan cerita di atas? Bisa dong berbagi insight kalian di kolom komentar. Apapun komentar kalian, yuk bijak untuk berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan. Ya, semata-mata biar jejak kalian tetap bersih.
Have a nice day! Jya, mata ne~~
Source:
Stadler, Matthias, et al. “Cognitive Ease at a Cost: LLMs Reduce Mental Effort but Compromise Depth in Student Scientific Inquiry.” Computers in Human Behavior, Elsevier BV, Nov. 2024, p. 108386. Crossref, doi:10.1016/j.chb.2024.108386.
https://medium.com/@wealthyliving/decoding-human-thought-a-summary-of-thinking-fast-and-slow-858723bf94e2
Comment
Saya sering sekali membaca judul berita dengan embel “mudah… Blabla”. Teorinya mudah, tapi saat praktiknya Memang tidak mudah. Musik kerja keras dan penjuangan juga. Kayak 9 jurusan mudah mendapat pekerjaan. Jurusannya bagus tapi wajib kerja keras agar menjadi lulusan terbaik dan bermutu. Jadi nanti bisa bersaing dengan Pelamar lainnya. Jadi Tidak mengeluh lagi, saya ini lulusan lama susah bersaing dengan lulusan baru. Padahal harusnya bersaing lebih keras lagi saya masih jadi lulusan baru.
click bait kerap menyesatkan yaa.
kita memang sebagai WNI harus banyak sabar dan kudu jeli dalam melihat peluang
karena ke depannya hidup sepertinya makin challenging
Sering terjadi akhir2 Ini kan. Apalagi dengan cepatnya digitalisasi , orang2 malas baca secara penuh, hanya tertarik headline. Lalu masuk dan pilih jurusan itu, hanya utk menemukan kenyataan tak seindah yg ditulis 🤣🤣.
Tp memang zaman skr, cari kerja ga semudah dulu. Saingan berat, banyak, yg dibutuhin sedikit.
Aku sendiri mungkin Krn terlatih utk ga gampang percaya (efek didikan dari pekerjaan di bank asing yg terakhir) , JD tiap baca sesuatu, aku ga bakal percaya begitu aja mbak . Pasti aku cari tahu. Aku gali dulu. Prinsipku, semakin indah deskripsinya, semakin mencurigakan 🤣🤣.
Dan walau udh ga di bank, tp prinsip itu kayak udh melekat sih. So, aku tekanin ke anak2, jangan mudah percaya, sebelum cari tahu. Even jangan mudah percaya walau itu orang terdekat kalian. Gali, gali, gali…. Kalo hati bilang oke, ini ga ada masalah, baru percaya.
Banyak isi berita yang tidak sesuai judul. Judylnya dibuat heboh dan membuat penasaran pembaca. Tapi memang kenyataan di lapangan tak seindah headline. Zaman sekarang makin susah mencari pekerjaan. Banyak juga yg mendapat pekerjaan tak sesuai bidangnya, setelah berjuang memperebutkan dengan ribuan pelamar.
Baru tahu istilah cognitive ease. Miris juga sama fenomena yang disebutkan di atas. Faktanya memang begitu. Banyak judul clickbait doang, isinya jauh berbeda dengan judul. Atau ada juga artikel yang hanya menjual janji manis tanpa benar-benar memaparkan realitanya. Mungkin sadar tidak sadar saya pun pernah melakukan itu.
Di luar berita yang disajikan, zaman sekarang emang persaingan lapangan pekerjaan semakin tinggi. Ditambah ekspektasi pencari kerja dan pemilik usaha yang sering kali tidak ketemu. Semakin rumit.
Aku melihat fenomena cognitive ease ini semakin meluas, apalagi generasi selanjutnya. Senang dengan hal yang “mudah” tidak perduli kalau label sulit itu hal yang tidak bisa dipisahkan.
Buktinya ketika memilih sesuatu yang terlihat awal mudah, tanpa menilik lebih dalam pada akhirnya ketemu kesulitan. Sejujurnya ini sebuah PR bagi kita untuk terus berjuang mengupayakan untuk mengabarkan “segala sesuatu ada bayarannya”
Tulisan yang “mencubit” logika, semoga banyak ditemukan para insan yang gemar akan kemudahan tanpa melihat kembarannya. Terus menajamkan pemikiran, mampu menggali lapisan sebuah perkara.
Kritical thinking memang diperlukan dalam segala bidang. Aku lebih menyoroti kasus lapangan kerja yang nggak sesuai seperti headline klik bait itu kak. Memang meresahkan ya.
Click bait, menarik tapi kadang menjerumuskan, yang paling sebel kalau judul ma artikelnya kadang ga nyambung, hanya membuat pembaca penasaran sehingga berkunjung ke artikelnya.
Sepertinya pola pikir yang terbentuk maunya semua indah tanpa perlu repot ya mana mungkin to.
Cukup sering daku menemukan judu seperti itu Kak Din.
Baik yang pakai kata “mudah”, ” gampang”, “gak sulit”
Cuma ya pas tengok isinya, laaah tetep ae daku syuliit mencernanya. Paling sih biar gak keki ya baca komentar neti aja, hahah, soalnya suka ada aja yang nyeletuk dan ada aja yang pas komenannya dengan yang daku rasakan, ciee
Betul, seringkali judul berita sejenis itu membuat beberapa orang tanpa pikir panjang langsung terpengaruh. Salah satunya aku, dulu selulus SMK aku tuh niatnya lanjutin jurusan Akuntansi biar lebih match sama masa sekolah ku.
Namun, pas ku cari tahu konon IT jadi jurusan favorit di lima tahun kedepan karena peluang pekerjaannya lebih besar. Nah, karena orientasi ku setelah lulus kuliah bisa bekerja dari mana saja dan canggih paham teknologi maka ku ambil jurusan SI 😆 pas jalanin masa kuliah wadidaw kewalahan juga sama mata kuliah, praktikum coding dkk.
Kisah yang mba tulis memang fakta dan realita yang tak terbantahkan sih terkait cognitive ease. Mestinya kita lebih jeli dan kasih jeda buat pemikiran serta logikan mencerna secara dalam lalu mau riset secara detail sehingga tidak mudah termakan headline.
Sekarang ada yg kejebak judul berita hoax atau yang click bait. Apakah ada hubungannya dengan cognitive ini? Memang harusnya kalau baca berita yang lengkap. Jangan hanya judulnya karena bisa zonk dan rugi dong.
Oh… ini istilahnya cognitive ease yaa.. VS Critical Thinking.
Tapi memang manusia itu mudah termakan judul yang modelannya click bait gitu yaa..
Akupun sering kegocek.. maka suka sebel sendiri.. udahlah aku klik, banyak pop-up iklan yang sungguh kuingin berkata KASAR ((hahahah.. itu doank kasar-nya yaa..)) dan terakhir yang paling bikin gondok.. halamannya kepecah jadi 5 atau lebih.
Kan.. kaan… itu uda ciri-ciri gampang membedakan artikel click bait doank, minim informasi dan yang paling parah, ngejorokin orang buat mempercayai bahwa itu uda pasti 100% fakta.
Aiiih~
Pait banget idup ini yaak..
Sering bahkan setiap membuka platform media sosial atau berita
Judulnya sudah bombastis dan bikin semangat mau baca
Namun saya lupa kalau tidak semua valid
Beberapa ada yang bener bener relate sehingga jadi bahan untuk self-introspection
Anak sekarang banyak yang milih jurusan hanya karena gengsi…jurusan kerwn univ kereen tapi gak tau mereka tujuan kuliahnya itu mau apa, setelah itu mau kemana dan mau ngapain….
Ya, namanya juga judul
Memang harus bombastis agar menarik perhatian untuk dibaca
Seringkali judul tidak sesuai dengan isinya
Baru aja kemarin tu ada temen posting kalau anaknya yang jurusan IT pun susah dapat kerjaan. Trus komennya sama mbak “Lulusan IT pasti mudah dapat kerja.”
Entahlah kalau zaman sekarang tu keknya lebih ke networking sama kreativitas si lulusan ini kyknya utk bisa dapat pekerjaan sesuai harapan.
Aku pribadi malah lebih mengarahkan anak2 ke jurusan masak dan bahasa, karena dua hal itu kyk selalu ada walau di erah teknologi maju sekalipun, manusia butuh makan dan manusia butuh berkomunikasi =))
Tapi ya terserah nanti anak2nya, asalkan enjoy dan bisa ketemu passionnya 😀
Tapi btw kalau masih suka jurusan IT emang sebaiknya belajar bahasa juga biar bisa kabur aja dari negeri ini sih haha, krn IT pun di negeri ini msh kek kurang diharga #imho
Baru aja kemarin tu ada temen posting kalau anaknya yang jurusan IT pun susah dapat kerjaan. Trus komennya sama mbak “Lulusan IT pasti mudah dapat kerja.”
Entahlah kalau zaman sekarang tu keknya lebih ke networking sama kreativitas si lulusan ini kyknya utk bisa dapat pekerjaan sesuai harapan.
Aku pribadi malah lebih mengarahkan anak2 ke jurusan masak dan bahasa, karena dua hal itu kyk selalu ada walau di erah teknologi maju sekalipun, manusia butuh makan dan manusia butuh berkomunikasi =))
Tapi ya terserah nanti anak2nya, asalkan enjoy dan bisa ketemu passionnya 😀
Tapi btw kalau masih suka jurusan IT emang sebaiknya belajar bahasa juga biar bisa kabur aja dari negeri ini sih haha, krn IT pun di negeri ini msh kek kurang diharga #imho
Suka sebel deh Mbaaa kalau kena clickbait.. berasa di PHP in ((jiaaa baperr)) wkwkwkk
Tapi ya namanya trik marketing ada aja ya usahanya.. bahkan yang begitu itu juga diajarkan dipelatihan, agar dapat banyak peminat.. huhuuu
Aku dilatih istriku buat nggak gampang percaya, yang ternyata cukup menantang diterapkan orang sepertiku. Belajar untuk kritis dan banyak riset.
In this economy, ini skill yang perlu banget.
Pengetahuan baru lagi nih, istilah cognitive ease.. Thank you kaakk. Ada sebagian besar media yang memberita sesuatu secara bombastis di awal menggunakan click bait nyatanya tak sesuai isi tulisan. Btw berbicara soal salah ambil jurusan kuliah, aku jadi teringat kalau aku pun sekarang kerja tak sesuai bidang pendidikanku.
Tak dapat dipungkiri judul click bait itu memang menarik untuk dibaca mbak dan membuat seseorang yang enggan baca detail artikel atau berita mengambil kesimpulan langsung dari judulnya. Ya cognitive ease ya, cari gampangnya, tapi akhirnya terjebak dengan harapan palsu yang diciptakannya sendiri
Di sinilah pentingnya kemampuan memahami bacaan. Masih banyak orang yang masih salah paham padahal sudah membaca, apalagi yang hanya membaca judul. Kemampuan itu tidak tumbuh dalam satu malam. Oleh karena itu, gemar membaca tidak buruk-buruk amat di dunia serba cepat dan penuh tipu daya ini.
Judul memang sering tampak menggugah, tapi realita di baliknya bisa jauh lebih kompleks dan menyakitkan. Cerita ini mengingatkan bahwa memilih berdasarkan kemudahan bisa menyesatkan jika tidak disertai penggalian lebih dalam.
Dulu ada kawan yang bercerita tentang pengalamannya menghadapi dosen. Katanya, dosen yang sangat pintar biasanya akan membuat materi kuliah jadi sederhana. Mungkin begitu juga dengan penulis,, terutama di creative writing.
Cerita di atas kayaknya banyak yang alami ya. misal ternak lele/telur ayam untung besar! Cepat balik modal dan, padahal ada susahnya juga. Kemalingan, hewan sakit, faktor cuaca dll
Sering banget nih saya liat headline berita online yang menarik perhatian. Setelah bacanya taunya itu berita gak seperti judulnya, isinya pun sedikit. Cara curang ini memang selalu bertahan buat media besar kayaknya. Klo gak klik bait, gak ada orang yg mau klik sama sekali.
Ngomongin soal kerjaan yang tidak sesuai dengan bidang pendidika saat kuliah, fenomena ini banyak kita temui ya. Bahkan diriku saja kerjanya dari dulu ga pernah sesuai bidang ilmu sih
Memang media-media sekarang ini banyak yang sudah lupa etika. Apalagi sekarang eranya clickbait ya, jadi tulisan dan judulnya itu harus dikemas agar menarik perhatian meski terkadang agak menyesatkan.
Bisa dibilang, demi mendapat pundi-pundi adsense dan visitor, sekarang banyak media yang berubah jadi ‘kacung google’, Mengutamakan kata kunci ketimbang etika.
Dan kita sbg SDM harus pintar-pintar juga sih yaaa mencerna nya.
28 Responses