Home / Jendela

Stigma Kusta: Cermin Buta dalam Nista dan Kusta

Senjahari.com - 17/10/2022

Stigma Kusta

Penulis : Dinda Pranata

The biggest disease today is not leprosy or tuberculosis, but rather the feeling of being unwanted

Mother Teresa

Kusta sebuah penyakit kulit yang ada sejak ribuan tahun lamanya. Saking lamanya banyak catatan hitam tentang penyakit ini bahkan dalam epik-epik sastra dan dongeng-dongeng yang kita ingat. Catatan hitam itu terjadi karena manusia zaman dulu tidak tahu bagaimana menghadapi hal yang tak biasa.

Di indonesia sendiri, catatan sejarah tentang penyakit kusta ada dalam kitab korawacrama di abad ke-14 dan kitab Rajapatigundala

Hidup mereka akan tanpa mendapat kesehatan, mereka akan sakit kusta, tidak dapat melihat sempurna, sakit gila, cacat mental, buta, bungkuk. Maka semua orang yang tidak mematuhi akan dikutuk oleh Raja Patigundala yang suci.

Kitab Rajapatigundala

Pada tahun 2020 kasus kusta di Indonesia ini ada pada angka 18,000 yang tersebar di 341 kota. Sedangkan pada tanggal 24 Januari 2021 kementerian kesehatan menemukan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Tidakkah itu sangat menyayat hati, jika kita terus memberikan stigma pada 18,000 dan 7,146 orang yang terkena kusta? Benarkah mereka yang terkena kusta adalah mereka yang berdosa dan dikutuk bahkan sampai anak cucunya? Sebelumnya mari berkenalan dulu dengan penyakit kusta ini ya!

Baca juga: Di-Reject Gebetan sampai di-Respect Media Besar. Asus ExpertBook Bikin Eksper Segala Rasa

Gono-Gini Kusta

Serba Serbi Kusta
Serba Serbi Kusta

Kusta merupakan salah satu penyakit kulit yang paling tua, dan memiliki nama yang beragam seperti lepra atau penyakit hansen. Menurut para ahli nih, Identifikasi kusta ini termasuk cukup rumit, karena penerjemahan teks-teks kuno dalam deskripsi kusta sering kali menimbulkan salah tangkap. Tapi para peneliti nggak kehabisan semangat sampai, penyebab kusta ini ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen di Norwegia tahun 1873. Dari temuan itu ternyata penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan sebagai rasa penghormatan nama lain penyakit ini diberi nama penyakit hansen.

Penyakit ini menyerang kulit dan jaringan saraf perifer (sumsum tulang belakang), termasuk mata dan selaput di dalam hidung. Orang yang terkena bakteri Mycobacterium leprae memiliki gejala seperti lesi mati rasa pada kulit, kerusakan pada syaraf pada tangan dan kaki sehingga menyebabkan rasa kebas, dan pada beberapa kasus yang parah menyebabkan kelumpuhan bahkan kebutaan pada mata.

Karena munculnya lesi bahkan bercak yang cukup parah pada kulit, menyebabkan banyak orang menjauhi penderita penyakit ini karena alasan penularan, takut karena rupa, narasi-narasi burung yang kurang tepat. Apa saja nih contoh narasi burungnya?

Narasi Burung Tentang Kusta, Dosa dan Nista

Kusta bukanlah sebuah dosa/kutukan yang dikatakan oleh orang zaman kuno. Pada kenyataannya penyakit ini bisa sembuh dengan pengobatan yang tepat. Tidak hanya orang yang baru mengalami gejala, tapi bahkan mereka yang sudah menderita sekalipun bisa disembuhkan. Asal mereka mau menjalani pengobatan seperti penggunaan kombinasi antibiotik atau menjalani pembedahan pada beberapa kasus tertentu untuk memperbaiki sistem syarafnya.

Apa kusta ini mudah menular? No. Mereka menular melalui kontak erat yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama, dengan penderita kusta. Selain itu, kusta bisa menular melalui bersin atau batuk dan bisa menular pada mereka yang memiliki kelainan sistem imun secara genetik.

Baca juga: Cerita si Rambut Gondrong: Antara Stigma dan Citra

Penyakit ini tidak mudah menular hanya karena kalian berbincang atau memberikan bantuan pada mereka, apalagi kalian menggunakan masker seperti anjuran pemerintah. Penyakit ini berbeda dengan COVID-19 yang bisa cukup cepat menular. At least selama kita menerapkan hidup bersih dan sehat, jangan khawatir saat membantu mereka yang menderita kusta.

Ah, nggak mau! Nanti aku ketularan nista! ‘kan ini penyakitnya orang miskin!

Nah, mitos nista dan miskin pada kusta yang seperti ini perlu dibenahi. Beribu-ribu tahun lamanya kusta menjadi penyakit nista karena penderitanya berasal dari kaum fakir. Mengapa kusta identik dengan kemiskinan? Karena mereka kurang terdidik; karena literasi mereka rendah; karena mereka tidak punya uang untuk akses kesehatan; karena masalah gizi dan kecukupan nutrisi. Tapi justru karena alasan itu mereka perlu dibantu, kan?

Selain itu tingkat sistem imun yang rendah pada kenyataannya tidak hanya menyerang mereka yang miskin. Mereka yang berasal dari kalangan berada, tetapi memiliki sistem imun dan pola hidupnya tidak sehat, juga memiliki kemungkinan terkena kusta. Jadi, tidak benar bahwa penyakit ini hanya milik kaum miskin.

Tidak ada penyakit kusta yang nista begitu pun penderitanya. Mereka justru perlu dukungan sama halnya dengan kita saat kita sedang sakit. Toh, pada realitanya sudah ada obat yang membantu penyembuhan penyakit ini.

Baca juga: Matt Haig dan Karyanya yang Mengajarkanmu Banyak Hal Tentang Depresi

Lalu mengapa ada stigma tentang kusta ini?

Ode Lama Kutukan Kusta

Stigma kusta
Stigma Kusta yang salah

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa penyakit ini sudah lebih tua dari buyut kita, bahkan beberapa arkeolog sendiri meyakini, penyakit ini sudah ada sejak peradan di Yunani, Babylonia, Mesir, Cina, India hingga Mesopotamia. Penyebarannya terjadi salah satunya karena perdagangan termasuk penjajahan. Ada yang sedikit menggelitik tapi juga terasa menggigit tentang stigma ini. Orang pada masa kuno memiliki kebiasaan untuk menjawab hal yang tak biasa itu dengan stigma dan mitos tertentu.

Pengetahuan mereka yang terbatas menyebabkan pelabelan/stigma ini menjadi sebuah norma umum yang terus berkembang. Perkembangan stigma itu tidak hanya berputar di sekeliling orang yang tak tahu, tapi meluas ke pihak yang sudah mengetahui penyebab hal ‘tak biasa’ itu.

Akhirnya nih membuat stigma jadi alat untuk mengontrol kondisi sosial pihak-pihak tertentu. Harapan adalah agar pihak yang tidak memiliki kuasa itu tunduk pada pihak penguasa. Kondisi seperti ini banyak terjadi pada sejarah-sejarah perbudakan dan kolonialisasi serta masa raja-raja bertahta di singgasananya.

Contohnya bagaimana orang yang kidal, mereka kaitkan dengan aliran sesat. Bagaimana seseorang melihat orang yang menderita kusta, terkait dengan orang yang berdosa/terkutuk. Kaitan tentang dosa/kutukan dan pesakitan seolah tak pernah padam. Khususnya bagi mereka yang mengidap kusta, yang membuat dunia sosial mengasingkan penderita dari dunianya.

Baca juga: Stigma Penikmat Buku: Anti-Sosial, Mungkinkah?

Walau penyebab penyakit kusta dan pengobatan sudah ditemukan, tidak segera menghapus stigma yang sudah mendarah daging. Ironisnya ode lama mengenai kutukan kusta, bukan saja berdampak bagi penderita, keturunan penderita, bahkan sudah sampai ke kesehatan suatu negara.

bagaimana kita bisa mengubah stigma jadi citra?

Stigma Kusta dan Citra

Solusi pengurangan stigma
Solusi Pengurangan Stigma

Sebelumnya aku pernah membahas bagaimana stigma sosial ini membentuk masyarakat. Awalnya stigma ini sebagai penanda pada suatu hal/fenomena hingga lambat laun beberapa pihak membuatnya sebagai kontrol sosial. Stigma juga bisa berarti adalah label yang kita sematkan pada seseorang yang berbeda dari ‘normal’ masyarakat atau budaya. Stigma ini bisa begitu kompleks pengertiannya dan banyak sekali teori-teori sosial yang melingkupi si stigma ini.

Label-label yang sering tersemat ini memberi dampak yang buruk bagi penderitanya. Ujung-ujungnya apa? Penderita enggan berobat karena takut ini itu dan membuat kusta tidak tertangani dengan baik. Belum lagi ketakutan ini memicu komplikasi serius pada penderita seperti kesehatan mental yang memperburuk kondisi fisiknya.

Untuk mengatasi stigma dan mitos yang melingkupinya memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. kucoba kategorikan dalam dua garis besar.

Baca juga: Selimut Polusi dan Populasi: Realita Pahit Kelahiran Manusia di Bumi

  1. Inside Solution: Solusi yang menekankan pada sisi penderitanya dengan memperbaiki mental well-being pada penderita kusta. Ini sangat penting dan paling krusial dari pengurangan stigma itu sendiri. Misalkan mereka yang menderita kusta perlu belajar untuk menerima diri, perlu mengedukasi diri tentang kondisinya dan berupaya mencintai diri dengan mengobati penyakitnya secepat mungkin. Tindakan ini mencerminkan bentuk self-love penderita.
  2. Outside Solution: Solusi ini menekankan pada pihak luar misalkan keluarga, teman, relasi, pemerintah, sektor swasta, organisasi dan lainnya. Outside circles bisa menjadi media pengurangan stigma itu sendiri. Misalkan saja organisasi melakukan kampanye dengan mengadakan fashion show penyandang kusta entah dalam ajang kesenian atau pameran pariwisata. Hal ini sama seperti kita mendobrak image kaum difabel dan HIV-yang juga berjuang melawan stigma. Atau, bisa melakukan serangkaian acara make over pada kaum penyitas dan penderita kusta.

Dua hal ini saling berkait satu sama lain, edukasi dan kampanye tentu saja sangat perlu. Tapi akan lebih terasa nyata jika kita bisa membangun citra yang kuat dalam edukasi dan kampanye bebas stigma kusta.

Stigma ibarat cermin buta yang tak ada bayangan. Bagaimana kita bisa melihat realita jika refleksinya saja tak ada?

Dinda Pranata

Source:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3440852/
https://www.britannica.com/science/leprosy/History
https://health.kompas.com/read/2020/01/26/160300968/3-gejala-kusta-yang-paling-mudah-dikenali-jangan-sampai-salah?page=all
https://www.halodoc.com/kesehatan/kusta
http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/
https://www.leprosymission.org/blog/leprosy-causes-your-limbs-to-fall-off-and-other-myths-exposed/

Tinggalkan Balasan ke Amin Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Kusta lepra, kalau di lingkungan saya hampir tidak ada, makanya saya tidak mengenalnya. berarti ini penyebabnya bakteri ya, sebenarnya kalau bakteri sudah ada antibiotik yang bisa menjadi solusi, tapi memang kalau sudah terkena, terlihat menyakitkan. Jadi harus paham seperti apa menghadapinya dan bagaimana menghindari agar tidak tertular tanpa menyinggungnya.

stigma tentang penyakit kusta ini, memang seharusnya di hilangkan dari benak masyarakat kita, namun karena sudah terlanjur bawaan, jadi makin enggak perduli soal penyakit kusta ini. Padahal, semua bisa saja terkena tanpa memandang kaya tau miskin.

Thanks kak sudah berbagi artiket tentang penyakit kusta, dari dulu sudah sering mendengar tentang penyakit ini tp tidak tahu penyebabnya apa

dyah kusumastuti utari

edukasi ke masyarakat untuk menghilangkan stigma kusta ini memang harus dilakukan terus menerus agar pnederita kusta dapat memperoleh pengobatan dan hidup lebih baik

Saya suka gaya bahasa dalam artikel blog ini. Nyastra dan menyorot esensi yang dialami penderita kusta.

Di karya sastra Bali saja saya pernah baca mengenai kutukan kusta bagi orang yang dianggap pendosa.

Padahal kusta sama dengan penyakit lainnya yang bisa disembuhkan karena penyebabnya adalah bakteri

Stigma yang dialami “penderita” kusta membuat mereka menderita. Ya, sudah saatnya masyarakat diedukasi mengenai kusta agar Indonesia bebas kusta karena masyarakat yang sempat sakit kusta bisa sembuh total

Sempat kaget, saya kira di jaman ini stigma negatif pada penderita kusta sudah minim, ternyata kayanya masih lumayan santer ya.

Paling sedih tuh ya dengan stigma yang mengkaitkan penyakit ini dengan dosa. Lalu penderitanya dikucilkan bukan hanya karena sakitnya tapi juga dugaan dosanya. Makanya bener banget ada sosialisasi semacam ini untuk menghapus pandangan-pandangan keliru yang udah kadung turun temurun.

Taufik Al Mubarak

Stigmatisasi untuk penderita penyakit kusta memang sangat buruk sekali. Dulu kami waktu kecil kerap dapat nasehat agar tidak dekat2 dengan penderita kusta atau beudok dalam bahasa kami. Bisa terjangkit.

Kusta saya dari dulu sampai sekarang mendengar dari pelajaran sekolah, kebetulan kalau ketemu penderitanya langsung belum pernah sama sekali.
Semoga masyarakat dengan banyaknya info yg berkembang tdk mengisolir penderita kusta lepra dkk

Terima kasih kak sudah berbagi artikel yg sangat informatif ini. Tidak hanya kusta, stigma masyarakat kalau kena penyakit atau kecelakaan pun tidak jarang yg mengaitkan dengan dosa. Padahal dosa atau tidak itu wallahu’alam, kita sebagai manusia tidak bisa ikut campur. Nah, sedangkan penyakit kusta ini juga pernah dialami oleh Nabi Ayyub AS, yg di dalam Alqur’an itu adalah bentuk ujian dari Allah.
Tidak beda juga dengan orang2 yg terganggu kesehatan mentalnya, dengan mudah dicap sebagai orang gila dan dijauhi. Semoga kita semakin aware dengan hal2 ini.

Stigma negatif tentang kusta perlahan sudah mulai menurun, ini karena sosialisasi yang dilakukan instansi kesehatan sudah tersebar sampai ke desa-desa, tapi tetap saja banyak penyintas kusta masih tidak percaya diri berhadapan dgn lingkungannya

edukasi ke masyarakat untuk menghilangkan stigma kusta ini memang harus dilakukan terus menerus agar pnederita kusta dapat memperoleh pengobatan dan hidup lebih baik

Alfia D. Masyitoh

Sedih memang kalo dengar cerita-cerita para penyandang atau penyintas kusta. Kebanyakan mereka terdiskriminasi karena stigma-stigma itu ya kak. Padahal stigma itu sama sekali tidak benar. Betul, harus lebih banyak sosialisasi dan edukasi buat masyarakat semua lapisan biar stigma ini bisa dibasmi sampai ke akar-akarnya. Apalagi cita-cita Indonesia ke depan ini harus bisa zero leprosy…

Dari saya kecil pernah dengar mitos tentang kusta ini. Banyak yang takut sehingga penderita dikucilkan. Terima kasih artikelnya kak.

Semoga penderita kusta bisa mendapatkan perawatan yang baik dan lepas dari stigma buruk ya, Kak. Terima kasih infonya.

Andri Marza Akhda

Jika sesuatu sudah dikaitkan dengan sejarah mistis, maka rata-rata warga kita akan percaya, terlebih bagi yang pola hidup bersosialnya sarat dengan mistis. Hal-hal seperti inilah yang membuat pola pikir kebanyak dari kita pendek, dan salah satunya menganggap kusta sebagai kutukan.
Lalu bagaimana dengan penyakit lainnya?. Semisal tipes, kan bisa saja dibilang sebagai kutukan anak kost. Dan memang benar bahwa kusta ini tidak menular atau masa inkubasinya sangatlah lama, dan gak separah yang dibayangkan..

Salah satu dampak masyarakat mudah memberi stigma seperti adalah malas membaca, dan lebih percaya kata nenek moyang atau sejarah, yang sebenarnya belum terbukti ilmiah.
Di saat kita takut banget dengan kusta dan masih nganggap kusta sebagai kutukan, orang luar sudah sangat maju pola pikirnya, bahkan Putri Diana di tahun 80an pernah ke Indonesia dan salaman sama pasien kusta, ya walau ada yang marahin beliau sih. Dan sinilah kita, 2022 masih terjebak perang melawan stigma akibat kepercayaan nenek moyang dulu..

sepakat, stigma negatif terhadap kusta harus disingkirkan, tetapi tidak penderitanya, mereka butuh support agar tidak semakin terpuuruk dan dapat memperoleh pengobatan dengan baik dan layak

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

Terimakasih kak atas artikelnya memang benar stigma mengenai kusta harus dihapuskan tidak ada eranya lagi untuk memberikan stigma buruk kepada penderi penyakit kusta. kita harusnya menyemangatin mungkin bisa berupa bantuan atau apapun yang bisa membantu

Annisa Khairiyyah Rahmi

Stigma yang buruk dan salah dapat memperburuk keadaan penderita kusta

Ratna Prawitasari

Terima kasih informasi nya kakak…. Informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan sukses terus kak

Jastitah Nurpadmi

Stigma penyakit kusta ini memang seharusnya di hilangkan dari pikiran masyarakat agar penderita kusta juga bisa dapat hidup lebih baik

Ya Allah, sedih sekali dengan stigma kusta dan penderitanya yang masih mendarah daging di Indonesia.
Semoga edukasi mengenai kusta yang hina ini bisa menjadi awareness untuk kita semua mengenai pencegahan dan tetap memberikan lingkungan yang aman juga informasi yang benar terkait penyakit kulit yang bisa banget disembuhkan ini.

Miris asli kalo dengar cerita-cerita para penyandang atau penyintas kusta. Kebanyakan mereka terdiskriminasi. Kasian, semoga mereka yang menderita dapat perawatan terbaik dan bisa lekas smbuh

Wow! Tulisan yang cukup dalam ya tentang kusta. Ternyata kusta tidak semudah itu bisa menular

Stigma negatif terhadap penderita penyakit memang sebaiknya di hindari

Penderita kusta, juga manusia. Apapun jenis penyakitnya, mereka tetaplah manusia yang harus dihormati dan dihargai.
Terima kasih untuk ulasan yang informatif ini.

Nama penyakitnya familier, tetapi di kehidupan nyata alhamdulillah tidak menemukan. Sudah tahu ini merupakan penyakit yang sudah lama ada, tetapi cukup terkejut ternyata lamanya itu sudah mencapai ribuan tahun lalu.

28 Responses