Penulis : Dinda Pranata
Matilah engkau mati
Semoga engkau lahir berkali-kali
Sang Penyair-Laut Bercerita
Ketika membaca puisi di atas, sejujurnya aku merasa biasa saja. Tapi berbeda rasanya saat membaca puisi di atas lalu menghayati pesan dalam buku Laut Bercerita. Puisi singkat itu punya makna yang dalam tentang reformasi dan harapan akan negara demokrasi.
Laut Bercerita dari Leila yang merupakan seorang jurnalis, memang pantas mendapat penghargaan dari luar dan dalam negeri. Selain menceritakan tentang misteri era kediktatoran Soeharto, juga bercerita tentang perampasan hak-hak manusia. Bagaimana buku ini mengingatkan kita tentang fakta kelam negara Indonesia?
Laut Bercerita tentang Harapan untuk Indonesia
Laut bercerita ini mengisahkan cerita tentang sekelompok aktifis pemuda di antaranya, Kinan, Sunu, Alex, Daniel, sang penyair, Anjani, Laut dan lainnya. Berlatar tahun 1990-an dan mengambil sudut pandang seorang idealis bernama Laut. Laut ini menjadi tokoh sentral pada bab-bab awal dari buku ini.
Baca juga: Stigma dan Diskriminasi: Bukan Hakim Tapi Suka Menghakimi?
Laut sendiri tergabung dalam kelompok diskusi Winatra bisa dikatakan karena ia merasa prihatin atas kondisi bangsa yang terpaksa dibungkam oleh otoritas negara. Berawal dari bergabungnya Laut di BEM Universitas UGM membawanya bertemu kawan-kawan di kelompok diskusi itu. Bukan saja kawan sepemikiran dengannya, tetapi Laut bertemu juga dengan Anjani yang menjadi kekasihnya.
Kelompok diskusi winatra itu ternyata tidak sekedar mendiskusikan buku-buku ecek-ecek. Mereka juga mendiskusikan buku-buku yang terlarang seperti karya Pramoedya dan beberapa buku pergerakan bangsa yang menentang sikap otoriter penguasa negeri. Terlebih kelompok diskusi tersebut lambat laun menjadi kelompok aktivis bawah tanah untuk mengajak orang menentang kekuasaan otoriter penguasa.
Mereka tak hanya menggelar aksi protes di kotanya (Yogyakarta), kelompok Naratama pun menggelar aksi protes hingga ke wilayah Blangguan (Jawa Timur). Aksi yang mereka lakukan tidak hanya dilakukan oleh kelomppk itu, tetapi melibatkan kelompok BEM serta masyarakat dari berbagai kota. Akibat dari pergerakan yang mereka lakukan, Aparat menanggap dan menghilangkan Laut beserta tiga temannya secara paksa.
Hilangnya Nilai Kemanusiaan hingga Protes Keadilan
Setelah terdengar berita aksi yang mereka lakukan, militer menetapkan Laut dan beberapa temannya menjadi buronan. Selama beberapa bulan Laut dan Alex hidup berpindah tempat. Ini mereka lakukan untuk membuat keluarga mereka tetap aman. Tapi Laut selalu punya cara untuk berkirim surat kepada Asmara Jati—adiknya—dan Anjani.
Hingga suatu ketika Laut tak lagi bisa dilacak di mana dan surat-suratnya pun tak kunjung datang. Selama berbulan-bulan keluarganya menanti kedatangan Laut, tapi tak ada juga sosoknya berdiri di depan pintu. Satu pertanyaan besar dari Bapak, Ibu dan Asmara serta kawan-kawannya yaitu apakah Laut sudah mati?
Baca juga: Munir Said Thalib: 18 Tahun Kematiannya Tak Kunjung Usai
Kekosongan tidak hanya terasa bagi keluarga Laut tapi juga keluarga Sunu, Kinan dan sang penyair yang turut menjadi korban penghilangan paksa. Keluarga yang mereka tinggalkan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi para korban. Melalui pembentukan komunitas yang bekerja sama dengan lembaga HAM demi mencari di mana mereka dan kejelasan hidup para korban.
Kelebihan Subyektif untuk Buku Laut Bercerita
Secara garis besar buku ini bercerita tentang kisah korban penghilangan paksa dan keluarganya di era Orde Baru. Kisah ini juga terjadi secara nyata yang mana salah satu korban selamat dan inspirator penulis buku ini bernama Nezar Patria (seorang jurnalis). Aku menilai buku ini bagus untuk beberapa alasan.
- Dari segi gaya bahasa: Leila terampil menggunakan bahasa yang lugas dan tidak bertele-tele. Walau banyak deskripsi tentang situasi sekitarnya atau nuasa perasaan, deskripsi itu tetap tersampaikan secara utuh dan tidak berlebihan. Selain itu, percakapan yang terjadi walau tidak banyak tapi cukup mewakili gaya mahasiswa kala itu.
- Dari segi penokohan juga sangat manusiawi. Tidak seperti karya romansa yang kebanyakan tokoh utamanya tampan. Gambaran visual Laut justru tidak terlalu menonjol daripada tokoh pelengkapnya seperti Alex Perazon. Dan menurutku, penulis tidak terlalu menonjolkan tampilan visual tetapi lebih banyak menonjolkan penjiwaan tokoh melalui pemikiran-pemikirannya.
- Cerita dari Laut Bercerita ini pun tidak bisa aku bilang fiksi, karena beberapa hal memang nyata adanya. Seperti kisah tokoh Laut dan kawan-kawannya yang di penjara ketika melakukan aksi. Juga beberapa kejadian yang nyata terjadi di era itu salah satunya tentang tragedi Kudatuli di tahun 1996. Buku ini lebih mirip memoar yang tokohnya menggunakan nama samaran.
Kekurangan Subyektif untuk Buku Ini
Untuk beberapa alasan aku menilai buku ini bagus dan membuatku merenungkan hal-hal yang tak tersampaikan di sini. Tapi walau menilai buku ini worth it buat dibaca, ada penilaian yang kurang tentang buku ini. Ya, sekali lagi tidak ada yang sempurna di dunia. Beberapa hal yang aku anggap kurang:Alur ceritanya menggunakan alur campuran. Bagian cerita Laut menggunakan alur maju-mundur, sedangkan kisah keluarga Laut dominan menggunakan alur maju (walau ada bagian menggunakan alur mundur). Walau alurnya campuran, pembaca tidak sampai kehilangan arah atau bingung.
- Alur ceritanya menggunakan alur campuran. Bagian cerita Laut menggunakan alur maju-mundur, sedangkan kisah keluarga Laut dominan menggunakan alur maju (walau ada bagian menggunakan alur mundur). Walau alurnya campuran, pembaca tidak sampai kehilangan arah atau bingung.
- Tokoh yang diceritakan cukup banyak, utamanya yang ada dalam lingkup Laut dan kelompok Winatra. Sehingga, agak sulit untuk mengingat nama tokoh-tokohnya.
Buku ini salah satu karya terbaik penulis Indonesia yang mengena di hati. Aku mulai merasa benar-benar hanyut saat beberapa bab terakhir. Jadi aku menilai buku sudah wajar jika memenangkan penghargaan bergengsi di luar negeri.
… Jika jawaban yang kalian cari tak kunjung datang, jangan menganggap hidup adalah serangkaian kekalahan. Dalam upaya yang panjang dan berjilid-jilid itu, pasti ada langkah yang signifikan. aku tak tahu Indonesia macam apa yang kalian alami sekarang dan aku harap tak ada lagi penculikan dan pembunuhan terhadap mereka yang kritis.
Laut Bercerita hal.366
Comment
saya belum membaca novel ini, rencana mau pinjem bukunya di perpusnas. tks resensinya mba
Sama-sama kak.. 🙂
Wah saya punya nih novelnya, lengkap dengan tandatangan Mba Leila, tapi malah belum saya baca. Baru dibaca sama istri. Setelah baca review ini jadi pengen lebih cepet baca novelnya.
Wah, dapet tandatangannya! Keren! Kalah cepet ya kak, sama sang istri. 😀
Dulu pernah dapat rekomendasi ini di internet, saat nyari Novel rekomendasi di iPusnas. Namun nggak bisa baca, stoknya selalu habis.
Padahal pemasaran, setelah membaca artikel ini, Alhamdulillah sedikit terobati.
Terima Kasih Kak
5 Responses